Profil Desa Pengempon

Ketahui informasi secara rinci Desa Pengempon mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.

Desa Pengempon

Tentang Kami

Profil Desa Pengempon, Sruweng, Kebumen. Mengupas tuntas gerakan pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) sebagai `apotek hidup` yang menjadi pilar kesehatan mandiri dan motor penggerak ekonomi kreatif berbasis produk jamu dan herbal oleh kaum perempuan.

  • Pusat Pengembangan Tanaman Obat Keluarga (TOGA)

    Dikenal sebagai desa percontohan yang berhasil menggerakkan warganya untuk menanam dan memanfaatkan aneka tanaman herbal di setiap pekarangan rumah sebagai sarana kesehatan mandiri.

  • Ekonomi Kreatif Berbasis Herbal

    Memiliki geliat UMKM yang signifikan dalam pengolahan hasil TOGA menjadi produk bernilai jual, seperti jamu gendong, jamu bubuk instan, dan simplisia (herbal kering).

  • Pemberdayaan Perempuan sebagai Motor Penggerak

    Gerakan TOGA dan geliat UMKM herbal ini dimotori secara aktif dan masif oleh kaum perempuan melalui organisasi PKK dan Kelompok Wanita Tani (KWT).

XM Broker

Di saat banyak wilayah mencari keunggulan ekonomi melalui industri besar atau komoditas pertanian tunggal, Desa Pengempon di Kecamatan Sruweng, Kabupaten Kebumen, menemukan kekuatannya di tempat yang paling dekat dan sering terabaikan: pekarangan rumah. Desa ini telah bertransformasi menjadi sebuah `apotek hidup` raksasa, di mana hampir setiap jengkal tanah dimanfaatkan untuk menanam Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Lebih dari sekadar gerakan penghijauan, inisiatif ini telah menjadi fondasi kemandirian kesehatan sekaligus motor penggerak ekonomi kreatif berbasis herbal yang dimotori oleh kaum perempuan.

"Pengempon": Filosofi Penjaga Kesehatan dan Tradisi

Nama "Pengempon" memiliki akar kata dari bahasa Jawa "empon-empon", yang merujuk pada kelompok rimpang berkhasiat seperti kunyit, jahe, temulawak dan kencur. Nama ini juga bisa diartikan sebagai "pengempu" atau penjaga/pemelihara. Secara filosofis, nama desa ini sangat selaras dengan identitasnya saat ini, yaitu sebagai komunitas yang secara sadar memelihara (mengempu) tradisi pengobatan herbal dan menjaga kesehatan keluarga melalui kekayaan alam yang mereka tanam sendiri.Secara geografis, Desa Pengempon merupakan desa yang relatif kecil dengan luas wilayah sekitar 105 hektar. Berdasarkan data kependudukan terbaru, desa ini dihuni oleh 2.805 jiwa, menghasilkan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi, yakni sekitar 2.671 jiwa per kilometer persegi. Kepadatan ini membuat pemanfaatan lahan pekarangan menjadi sangat krusial.Wilayah Desa Pengempon berbatasan langsung dengan beberapa desa tetangga. Di sebelah utara, desa ini berbatasan dengan Desa Karangpule. Di sisi selatan berbatasan dengan Desa Pakuran, sementara di sebelah timur berbatasan dengan Desa Karangjambu, dan di sebelah barat berbatasan dengan Desa Trikarso.

Tata Kelola Pemerintahan yang Mendukung Inisiatif Hijau

Gerakan pemanfaatan TOGA di Desa Pengempon tidak terjadi secara sporadis, melainkan hasil dari program yang terstruktur dan didukung penuh oleh pemerintah desa. Bekerja sama dengan Tim Penggerak PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) desa, pemerintah desa secara aktif mengampanyekan, memfasilitasi, dan mendorong warganya untuk menanam tanaman obat.Dukungan ini diwujudkan dalam berbagai bentuk nyata, mulai dari penyediaan bibit gratis, penyelenggaraan lomba taman TOGA antar-RT untuk memicu semangat kompetisi yang positif, hingga mendatangkan narasumber untuk memberikan pelatihan tentang cara budidaya dan pengolahan pascapanen. Pemerintah desa memandang program ini sebagai investasi jangka panjang dalam bidang kesehatan masyarakat dan pemberdayaan ekonomi.

Pekarangan Produktif: Jantung Kesehatan dan Ekonomi Desa

Jantung kehidupan dan keunikan Desa Pengempon terletak pada pekarangan-pekarangan rumah warganya. Lahan yang tadinya mungkin kurang produktif, kini dipenuhi oleh beragam jenis tanaman berkhasiat.Gerakan `Apotek Hidup`: Hampir setiap rumah di Desa Pengempon memiliki taman TOGA. Tanaman seperti kunyit, jahe, kencur, temulawak, serai, sirih, lidah buaya, dan berbagai jenis herbal lainnya tumbuh subur. Konsep `Apotek Hidup` ini memungkinkan warga untuk mendapatkan pertolongan pertama untuk penyakit-penyakit ringan langsung dari halaman rumah. Demam, batuk, pilek, atau masuk angin dapat diatasi dengan ramuan segar yang dipetik sendiri, mengurangi ketergantungan pada obat-obatan kimia dan menekan biaya kesehatan keluarga.Dari Pekarangan ke Gelas Jamu dan Pasar: Gerakan ini tidak berhenti pada pemanfaatan untuk konsumsi pribadi. Banyak warga, terutama kaum ibu, yang melihat peluang ekonomi dari melimpahnya hasil panen TOGA. Keterampilan meracik jamu yang diwariskan secara turun-temurun kembali dibangkitkan. Geliat UMKM berbasis herbal pun tumbuh pesat. Produk yang dihasilkan sangat beragam, mulai dari jamu gendong yang dijual segar setiap pagi, hingga produk olahan yang lebih modern seperti jamu bubuk instan, minuman herbal dalam kemasan, dan simplisia (bahan herbal kering) yang dipasok ke pedagang jamu lain atau toko herbal.

Peran Sentral Perempuan sebagai Motor Penggerak

Tidak dapat dipungkiri, motor penggerak utama di balik kesuksesan gerakan TOGA dan ekonomi herbal di Desa Pengempon adalah kaum perempuan. Melalui wadah PKK dan Kelompok Wanita Tani (KWT), mereka menjadi agen perubahan yang sesungguhnya. PKK berperan dalam sosialisasi dan edukasi manfaat TOGA dari rumah ke rumah, sementara KWT menjadi wadah bagi para perempuan untuk belajar bersama tentang teknik budidaya yang baik dan cara pengolahan produk yang memiliki standar kualitas.Inisiatif ini secara efektif telah memberdayakan perempuan di Desa Pengempon. Mereka tidak hanya berperan dalam menjaga kesehatan keluarga, tetapi juga menjadi produsen yang aktif berkontribusi terhadap pendapatan rumah tangga. Hal ini meningkatkan posisi dan peran perempuan dalam struktur sosial dan ekonomi desa.

Tantangan dan Visi `Desa Herbal` di Masa Depan

Meskipun sangat inspiratif, gerakan ini menghadapi beberapa tantangan. Menjaga konsistensi dan semangat warga dalam merawat taman TOGA secara berkelanjutan adalah tantangan utama. Di sisi ekonomi, para pelaku UMKM jamu menghadapi tantangan dalam hal standarisasi produk, higienitas, pengemasan yang menarik, dan perizinan (PIRT/BPOM) untuk bisa menembus pasar yang lebih luas. Persaingan dengan produk herbal dari pabrikan besar juga menjadi isu yang signifikan.Visi masa depan Desa Pengempon adalah memantapkan identitasnya sebagai "Desa Wisata Herbal" atau "Kampung Jamu". Visi ini dapat diwujudkan melalui beberapa langkah strategis:

  1. Pendirian BUMDes: Membentuk Badan Usaha Milik Desa yang fokus mengelola `rumah produksi bersama` untuk standardisasi pengolahan produk herbal. BUMDes juga dapat berfungsi sebagai pusat pemasaran kolektif.

  2. Branding dan Sertifikasi: Menciptakan merek payung, seperti "Jamu Asli Pengempon", dan membantu para pelaku UMKM untuk mendapatkan sertifikasi Halal dan PIRT/BPOM.

  3. Pengembangan Paket Wisata Edukasi: Merancang paket wisata di mana pengunjung dapat berkeliling melihat taman-taman TOGA, belajar tentang khasiat tanaman herbal, dan mengikuti lokakarya pembuatan jamu.

  4. Regenerasi: Mengadakan program-program yang menarik minat generasi muda untuk terlibat dan melanjutkan warisan pengetahuan tentang jamu dan tanaman obat.

Sebagai kesimpulan, Desa Pengempon adalah sebuah manifesto hidup tentang bagaimana kearifan lokal, ketika dipadukan dengan semangat komunal dan pemberdayaan, dapat menjadi solusi konkret untuk tantangan kesehatan dan ekonomi. Desa ini mengajarkan sebuah pelajaran mendalam: bahwa kekayaan dan kesejahteraan sejati seringkali berakar di halaman belakang rumah kita sendiri, menunggu untuk dipelihara dan dikembangkan oleh tangan-tangan komunitas yang peduli dan berdaya.